Header Ads

Tablet Generasi Pertama


GAMBAR DI ATAS adalah potret murid-murid Sekolah Rakyat Taman Siswa Tahun 1947 yang sedang menunjukkan "Tab" baru mereka; yaitu Sabak, media tulis baca pengganti buku tulis yang digunakan oleh hampir semua murid Sekolah Rakyat di seluruh Indonesia sejak sebelum Indonesia merdeka hingga sekitar pertengahan tahun 1960-an.

Sabak terbuat dari batu karbon berupa lempengan tipis dengan ketebalan antara 2 s.d 3cm, berbentuk segi empat yang diberi bingkai terbuat dari kayu. Sangat mirip dengan papan tulis berukuran kecil yang kedua sisinya, depan-belakang, dapat ditulisi.

Sedangkan alat tulisnya disebut Grip, bentuknya sangat mirip dengan pensil, juga terbuat dari batu karbon sebagai pasangan yang tidak dapat dipisahkan dari Sabak.


Kenapa tidak dapat dipisahkan?
Sebab Sabak tidak dapat digunakan tanpa Grip. Demikian pula sebaliknya, Grip tidak dapat digunakan tanpa Sabak. Dan karena penggunaannya sangat mirip dengan papan tulis, maka Sabak dapat ditulisi berkali-kali dengan catatan pelajaran yang berganti-ganti setelah, tentu saja, tulisan sebelumnya dihapus.
Dengan demikian murid-murid Sekolah Rakyat jaman dulu benar-benar harus mengandalkan ingatan mereka untuk memahami seluruh pelajaran yang diterima, karena kecuali yang tersimpan di kepala, mereka tidak memiliki catatan apapun dari sekolah!

Jadi, jika murid-murid SD jaman now berangkat ke sekolah dengan menggembol tas penuh berisi buku tulis dan buku bacaan untuk macam-macam mata pelajaran, termasuk Tab, kalkulator, dan tidak ketinggalan i-phone dan sejenisnya, maka murid-murid Sekolah Rakyat jaman dulu yang tiap kali sebelum kelas usai sabaknya harus dikumpulkan di laci pak guru atau bu guru, berangkat ke sekolah dengan lenggang kangkung saja. Paling hanya berbekal seikat lidi yang dipotong sama panjang seukuran jengkalan tangannya sendiri di saku.

Untuk apa mereka bawa ikatan lidi?
Bundelan lidi itulah kalkulator mereka!

Lidi adalah alat bantu murid-murid Sekolah Rakyat jaman dulu untuk menyelesaikan soalan-soalan matematika dasar mereka. Metoda klasik yang menggunakan media lidi ini terbukti tidak kalah cepat dalam memecahkan soalan berhitung dibandingkan dengan kalkulator! Bahkan dapat pula digunakan untuk mengenal berbagai bentuk bangun semisal segitiga, trapesium, jajaran genjang, segi empat, dlsb.

Bagaimana cara kerjanya? Semudah seperti contoh di bawah ini.

Sedangkan untuk mengenal bangun segitiga, trapesium, jajaran genjang, segi empat dlsb, tentunya sangat mudah. Cukup dengan menghubungan ujung potongan-potongan lidi tadi antara satu sama lain menurut bentuknya, sesuai petunjuk pak guru atau bu guru!

Bandingkan dengan kebanyakan anak-anak jaman now yang untuk sekedar menjawab pertanyaan sangat sederhana sekalipun, biasanya memerlukan bantuan Google!

Bagaimana dengan murid-murid Sekolah Rakyat Dolok Merangir?
Selain digunakan untuk mengerjakan tugas-tugas sehari-hari di kelas, maka ada kalanya jika pak guru atau bu guru merasa perlu memberikan PR, Sabak yang sebelum kelas usai biasanya disimpan di laci mereka, boleh dibawa pulang oleh murid-muridnya.

Esok harinya, pak guru atau bu guru akan memeriksa sabak masing-masing murid dan memberi nilai (anak Dolok Merangir menyebutnya ponten) dengan menggunakan kapur tulis.

Murid-murid  yang mendapat nilai bagus biasanya akan buru-buru menempelkan bekas guratan kapur guru mereka di sabaknya ke pipi atau ke jidat, lalu sepanjang hari itu akan menjaganya baik-baik supaya jangan sampai luntur. Ini penting karena selain untuk gagah-gagahan di antara sesama teman sekelas, "stempel kapur" di bagian wajah ini perlu untuk  nantinya diperlihatkan kepada ayah bunda di rumah sebagai modal ampuh untuk minta hadiah ini atau itu!

Mereka yang pada jamannya dulu pernah merasakan pengalaman masa kecil seperti di atas, bila hari ini diminta untuk mengisahkannya kembali pasti diam-diam merasa "gumun dewe", kenapa dulu tidak menulis saja sendiri angka 9 atau 10 di sabaknya dengan kapur tulis, lalu menempelkannya di pipi atau jidat supaya setiap hari bisa pulang dengan membawa oleh-oleh ponten juara?   
Jawabnya adalah karena pendidikan dasar jaman dulu sangat kuat menekankan kesadaran budi pekerti kepada setiap murid, sehingga hampir semua anak-anak pada masa itu benar-benar mengerti bagaimana menjunjung tinggi kejujuran!
Bagaimana dengan anak-anak jaman now?

[Catatan NS | Dari berbagai sumber]

         

No comments

Powered by Blogger.