Header Ads

Titi Gundul

Foto: Gito Bantas
TITI GUNDUL adalah nama sebuah titian (jembatan) yang melintasi sebuah anak sungai yang oleh warga Dolok Merangir dikenal sebagai sungai Sumber Sere (Sumber Serai), mengalir meliuk-liuk sepanjang kl. 35 KM dari hulunya di Batu Silangit menerobos perkebunan karet Dolok Merangir, Pasar Bawah Serbalawan, dan perkebunan sawit Dolok Ilir menuju hilirnya yang berakhir di PLTA Bah Bolon, Dolok Tenera.

Foto: Johmensutrisnosutra
Terletak sekitar 450 meter arah Barat Laut Pondok Merdeka Timur, jembatan ini berfungsi sebagai penghubung lalu lintas orang dan kendaraan dari dan ke arah emplasmen (baca: emplacement) Pasar-II dan Dolok Merangir.   

Jika hari ini kita berkendara melalui jalan tidak beraspal yang oleh warga Dolok Merangir dinamai Jalan Pasar-II, baik dari arah emplasmen Dolok Merangir  maupun sebaliknya, maka pasti kita akan melintasi jembatan ini.

Sekilas tidak ada yang istimewa dari jembatan yang tampak biasa-biasa saja karena bentuknya yang sama dan sebangun dengan jembatan lain pada umumnya. Namun bila kembali ke masa-masa jauh sebelumnya, sebut saja misalnya antara tahun 1950 s.d 1980, maka tidak sedikit dari anak-anak yang pernah dibesarkan di Dolok Merangir  punya cerita-cerita yang relatif hampir sama, bahkan identik antara satu sama lain, tentang jembatan yang satu ini.

Ya! Karena biasanya memang mereka meluapkan "kegembiraannya" di Titi Gundul secara bersama-sama dalam kelompoknya masing-masing; mulai dari gerombolan anak SD, SMP, sampai SMA!

Cerita yang pertama tentu saja adalah tentang jembatan itu sendiri.

KENAPA DISEBUT TITI GUNDUL?
Jawabnya adalah karena diperkirakan sejak dibuat sekitar tahun 1920-an pada masa awal pembukaan kebun karet di jaman Hindia Belanda dulu, jembatan yang satu ini sepertinya tidak pernah diberi pagar pengaman di sisi kanan kirinya sehingga penduduk lokal pun kemudian menyebutnya sebagai Titi Gundul, alias jembatan tak berpagar!  

Karena didominasi oleh debit air dari mata air (anak Dolok Merangir menyebutnya umbul) Sumber Sere yang sangat jernih yang terletak hanya sekitar 1,5 KM di bagian hulunya, maka air sungai yang mengalir di bawah Titi Gundul pun terbilang jernih, sehingga bila cuaca cerah atau di tengah terik matahari, bisa tembus pandang sampai ke dasarnya.

BERSENANG-SENANG MENANTANG MAUT!
Foto illustrasi: Tempo  
Tepi kanan kiri sungai ini penuh ditumbuhi oleh elodea, atau egeria densa yang saking suburnya sampai berwarna hijau pekat, sementara bila tumbuhan ini benar-benar diperhatikan, di samping beberapa jenis ikan air tawar, di sela-sela dedaunannya yang melambai-lambai diayun arus sungai juga ditemui pula udang-udang kecil sejenis rili shrimp yang tubuhnya transparan atau sedikit agak kemerah-merahan.

Ini adalah salahsatu atraksi menggoda yang membuat anak-anak, baik seusai sekolah atau adakalanya sampai nekad bolos dari sekolah, turun main ke Titi Gundul untuk kemudian dengan penuh sukacita bolak-balik naik-turun ke sisi jembatan untuk menceburkan diri mereka ke tengah sungai sambil bersenang-senang mencari udang atau memancing ikan!

Foto illustrasi: Bani Hanapi
Lucunya, tidak semua dari anak-anak ini berani membawa pulang hasil tangkapan mereka untuk diserahkan kepada bundanya agar dimasak, karena bagi mereka itu sama saja artinya dengan mencari penyakit, alias bakal kena rotan atau sekurang-kurangnya menerima cubitan bertubi-tubi di paha atau di seputar perut karena tanpa sepengetahuan orangtuanya sudah bermain-main dengan resiko yang selalu mengintai, yaitu tenggelam atau hanyut terseret arus sungai, sedangkan pertolongan dari orang dewasa hampir mustahil didapatkan karena letak rumah penduduk terdekat dari lokasi Titi Gundul berjarak hampir setengah kilometer jauhnya!

Tapi walau bagaimanapun sungguh patut disyukuri, karena sepanjang sejarahnya, belum pernah terdengar kabar ada dari sekian banyak anak-anak Dolok Merangir yang mengalami kejadian seperti yang selalu dikhawatirkan oleh semua orangtua tsb.

BOCAH ANGON KEBO  
Adapun bagi anak-anak yang sudah beranjak remaja dan tentunya sudah lebih mengerti tentang apa arti berhati-hati, selain sewaktu-waktu dengan cara mereka sendiri juga ikut menikmati atraksi yang dilakukan oleh adik-adiknya seperti di atas,  maka pada hari-hari lain, khususnya menjelang hari raya Idul Fitri, ada kesempatan lebih menantang yang terbuka untuk mereka. Itu adalah waktunya di mana mereka perlu berlomba dan bersaing ketat guna mendapatkan kepercayaan dari panitia penyelenggara "potong kebo" agar terpilih menjadi sularelawan bocah angon! Event ini sudah lama berlangsung dan seakan sudah pula menjadi tradisi dari generasi ke generasi anak-anak Dolok Merangir.

Setidaknya sampai pertengahan tahun 70-an, diorganisir oleh pengusaha bernama Pak Kurnia Ginting, setiap menjelang hari raya Idul Fitri, biasanya manajemen Goodyear selalu mendatangkan belasan ekor kerbau dari luar Dolok Merangir untuk sekurang-kurangnya selama satu bulan penuh dipelihara dan dirawat dengan baik oleh panitia sebelum akhirnya disembelih guna dibagikan dagingnya kepada seluruh karyawan.

Foto illustrasi: Merdeka.
Untuk penanda, lambung tiap-tiap kerbau tsb diberi nomor urut yang ditoreh dengan cat sehingga tidak akan luntur sampai tiba waktunya disembelih. Remaja-remaja yang beruntung terpilih menjadi bocah angon kebo tadi pun mendadak menjadi pemilik kerbau dalam pengawasan panitia berdasarkan nomor pilihannya masing-masing.  Karena periode ini jatuh pada bulan puasa dan masanya liburan sekolah, maka sambil menunggu waktu berbuka,  setiap hari,  sejak pagi hingga petang,  mereka sibuk ramai-ramai menggembalakan kumpulan kerbau ini dari satu lokasi ke lokasi lainnya sambil "gede rumangsa" merasa gagah duduk di atas punggung kerbaunya masing-masing. Terkadang mereka yang "baik hati" berkenan pula membonceng adik-adik kelasnya yang merengek-rengek ingin ikut merasakan juga bagaimana menyenangkannya duduk di atas punggung kerbau, namun masih belum beruntung karena dianggap "belum cukup umur."  

Foto illustrasi: Two Eggs
Menjelang sore, sebelum kembali ke kandang, biasanya rombongan ini berbaris - atau ada kalanya saling berpacu sehingga mengejutkan warga karena suara gemuruh langkah belasan kerbau yang dipacu oleh bocah-bocah angon ini seolah-olah akan menabrak dan merobohkan rumah mereka - di sepanjang jalan menuju ke Titi Gundul di mana kemudian mereka memandikan kerbaunya masing-masing.

Foto illustrasi: sixtenindo
Menggembala, memilih panganan sehat  agar kerbaunya cepat gemuk,  memandikan, menyayangi, dan berbagai interaksi lain, terutama kontak pribadi yang bersifat individual antara bocah angon dan kerbaunya masing-masing ini, bagi yang pernah merasakannya tentu saja menjadi kenangan tersendiri yang sangat sulit untuk dilupakan. Terlebih lagi karena pada dasarnya mereka bukan anak petani atau anak peternak yang akrab dengan dunia perkerbauan,  sehingga kemudian beberapa di antaranya pun ada yang demikian "jatuh cinta" pada kerbau yang sempat dipeliharanya.

Karenanya, tidak heran bila pada waktu penyembelihan akhirnya tiba, sekalipun peristiwa ini merupakan atraksi atau tontonan tersendiri bagi kebanyakan anak-anak lainnya, beberapa bocah angon ini memilih untuk tidak hadir menyaksikannya karena benar-benar merasa tidak tega melihat kerbau kesayangannya disembelih!

Ya, bayangkan saja jika anda adalah salahsatu dari bocah angon dimaksud.

Itu sebabnya kenapa di kemudian hari, bila berbicara tentang Titi Gundul ini, masing-masing anak Dolok Merangir yang menyimpan kenangannya sendiri-sendiri di sana sepakat untuk sama-sama menyatakan bahwa Titi Gundul adalah situs bersejarah bagi mereka.

RENOVASI
Sekitar tahun 1986, kondisi Titi Gundul buatan manajemen Goodyear yang sudah sangat tua direnovasi oleh penerusnya; manajemen Bridgestone dengan perobahan penting, yaitu penambahan pagar pengaman di sisi kanan kirinya.

Dengan demikian, sejak saat itu ciri khas jembatan istimewa ini pun praktis hilang, kecuali namanya yang tetap disebut sebagai Titi Gundul.
Sedangkan setelah sekian dasawarsa berlalu, hari ini Titi Gundul bukan lagi "taman wisata gratis" bagi anak-anak Dolok Merangir jaman now, karena selain lebar sungainya sendiri sudah menyusut, air yang mengalir di bawahnya pun sudah sangat tidak bersahabat bagi ikan-ikan air tawar dan rili shrimp yang imut-imut, karena sudah terlanjur keruh bercampur lumpur.

Yang tertinggal di sana kini hanya kenangan manis masa kecil saja, khususnya bagi anak-anak Dolok Merangir jaman baheula!


[Catatan NS | Dari berbagai sumber]



   

No comments

Powered by Blogger.